5 Legenda Sepak Bola yang Gagal saat Jadi Pelatih!

Bagikan

5 legenda sepak bola dunia ternyata mengalami kesulitan ketika bertransisi dari lapangan hijau dan lalu gagal jadi pelatih sepak bola.

5 Legenda Sepak Bola yang Gagal saat Jadi Pelatih!

Pengalaman pahit ini menunjukkan bahwa menjadi pelatih tidak selalu sejalan dengan kesuksesan yang diraih sebagai pemain​. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi mengenai sepak bola menarik lainnya hanya klik GOAL KEEPER.

Diego Maradona Tantangan di Pinggir Lapangan

Diego Maradona, salah satu pemain sepak bola terbesar sepanjang masa, menghadapi banyak tantangan ketika beralih ke dunia kepelatihan. Meskipun memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas sebagai pemain, Maradona sering kali kesulitan menerjemahkan kesuksesannya di lapangan ke dalam peran manajerial.

Karir kepelatihannya dimulai dengan Deportivo Mandiyu pada tahun 1994, tetapi ia hanya bertahan selama 12 pertandingan dengan satu kemenangan. Tantangan yang dihadapi termasuk kurangnya kualifikasi formal dan masalah internal klub yang memperburuk situasi.

Setelah itu, Maradona melanjutkan karir kepelatihannya dengan Racing Club, namun lagi-lagi hanya bertahan selama empat bulan. Meskipun ia memiliki momen-momen yang mengesankan, seperti memimpin Argentina ke Piala Dunia 2010, hasil keseluruhan dari karir kepelatihannya sering kali tidak konsisten dan penuh kontroversi.

Maradona tetap menjadi sosok yang dihormati dalam dunia sepak bola, tetapi tantangan di pinggir lapangan menunjukkan bahwa menjadi pelatih sukses membutuhkan lebih dari sekadar bakat bermain.

Gary Neville Dari Analis ke Pelatih yang Terlalu Cepat

Gary Neville, yang dikenal sebagai salah satu bek kanan terbaik dalam sejarah Manchester United dan tim nasional Inggris, memutuskan untuk beralih ke dunia kepelatihan setelah pensiun sebagai pemain. Setelah sukses sebagai analis sepak bola di Sky Sports. Lalu Neville menerima tantangan besar ketika ditunjuk sebagai pelatih kepala Valencia pada Desember 2015.

Keputusan ini dianggap terlalu cepat oleh banyak pihak, mengingat Neville tidak memiliki pengalaman melatih tim utama sebelumnya. Sayangnya, masa jabatannya di Valencia tidak berjalan sesuai harapan. Dalam waktu kurang dari empat bulan, ia hanya mampu meraih tiga kemenangan dari 16 pertandingan La Liga. Timnya juga mengalami kekalahan telak 7-0 dari Barcelona di semifinal Copa del Rey, yang menjadi salah satu momen paling memalukan dalam karier kepelatihannya.

Neville juga menghadapi tantangan dalam mengimplementasikan filosofi sepak bolanya. Meskipun memiliki pengetahuan taktis yang mendalam sebagai analis, ia kesulitan menerapkannya di lapangan. Para pemain Valencia tampak kesulitan memahami instruksi Neville, dan hasil buruk terus menghantui tim. Pada akhirnya, Neville dipecat pada Maret 2016 setelah hanya 28 pertandingan.

Setelah kegagalannya di Valencia, Neville kembali ke dunia analis sepak bola dan melanjutkan pekerjaannya di Sky Sports. Ia juga terlibat dalam berbagai proyek lain, termasuk menjadi salah satu pemilik klub Salford City. Meskipun karier kepelatihannya tidak berjalan mulus, Neville tetap dihormati sebagai salah satu figur penting dalam dunia sepak bola. Pengalamannya sebagai pelatih memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya persiapan dan adaptasi sebelum mengambil peran besar dalam kepelatihan.

Baca Juga: Dani Olmo Setia di Tengah Krisis Registrasi Barcelona!

Thierry Henry Kejayaan di Arsenal, Kesulitan di Monaco

Thierry Henry adalah legenda Arsenal yang dikenal karena kejayaannya di klub tersebut. Selama kariernya di Arsenal, Henry mencetak 228 gol dalam semua kompetisi, menjadikannya pencetak gol terbanyak sepanjang masa klub. Di bawah asuhan Arsène Wenger, Henry memenangkan dua gelar Premier League dan dua Piala FA, termasuk musim “Invincibles” yang tak terkalahkan pada 2003-2004.

Kecepatan, keterampilan, dan kemampuan mencetak golnya membuatnya menjadi salah satu striker paling ditakuti di dunia. Setelah pensiun sebagai pemain, Henry mencoba peruntungannya di dunia kepelatihan, berharap bisa membawa kesuksesan yang sama seperti saat menjadi pemain.

Namun, karier kepelatihannya tidak berjalan mulus. Pada Oktober 2018, Henry ditunjuk sebagai pelatih kepala AS Monaco, klub tempat ia memulai karier profesionalnya sebagai pemain. Sayangnya, masa jabatannya di Monaco penuh dengan kesulitan. Dalam 20 pertandingan, ia hanya mampu meraih empat kemenangan, sementara timnya terpuruk di zona degradasi Ligue 1.

Henry menghadapi berbagai tantangan, termasuk cedera pemain kunci dan ketidakmampuan untuk menginspirasi timnya. Pada Januari 2019, ia dipecat dari posisinya sebagai pelatih kepala Monaco. Pengalaman ini menunjukkan betapa sulitnya transisi dari pemain legendaris menjadi pelatih yang sukses, dan betapa pentingnya persiapan serta adaptasi dalam peran kepelatihan.

Clarence Seedorf Tantangan di Bangku Cadangan

Clarence Seedorf, yang dikenal sebagai salah satu gelandang terbaik dalam sejarah sepak bola, menghadapi tantangan besar ketika beralih ke dunia kepelatihan. Setelah pensiun sebagai pemain, Seedorf ditunjuk sebagai pelatih kepala AC Milan pada Januari 2014. Namun, masa jabatannya di Milan tidak berjalan mulus.

Dalam waktu kurang dari lima bulan, ia hanya mampu meraih 11 kemenangan dari 22 pertandingan Serie A. Meskipun memiliki visi taktis yang baik, Seedorf kesulitan menginspirasi timnya dan menghadapi tekanan besar dari manajemen serta penggemar. Pada akhirnya, ia dipecat pada Juni 2014, yang menandai awal dari serangkaian tantangan dalam karier kepelatihannya.

Setelah kegagalannya di Milan, Seedorf mencoba peruntungannya di klub lain, termasuk Shenzhen FC di Tiongkok dan Deportivo La Coruña di Spanyol. Namun, hasilnya tetap mengecewakan. Di Deportivo, ia hanya mampu meraih dua kemenangan dari 16 pertandingan, dan timnya terdegradasi dari La Liga pada akhir musim 2017-2018. Selain itu, Seedorf juga menghadapi tantangan dalam mendapatkan kesempatan melatih di klub-klub besar, yang menurutnya sebagian disebabkan oleh kurangnya peluang bagi pelatih berkulit hitam.

Meskipun demikian, Seedorf tetap berkomitmen untuk terus belajar dan berkembang sebagai pelatih, berharap suatu hari nanti bisa mencapai kesuksesan yang sama seperti saat menjadi pemain. Tantangan yang dihadapinya di bangku cadangan menunjukkan betapa sulitnya transisi dari pemain legendaris menjadi pelatih yang sukses.

Alan Shearer Ikon Newcastle yang Gagal Mengangkat Tim

Alan Shearer, yang dikenal sebagai ikon Newcastle United dan salah satu striker terbaik dalam sejarah Premier League, menghadapi tantangan besar ketika mencoba peruntungannya sebagai pelatih. Setelah pensiun sebagai pemain, Shearer menerima tawaran untuk menjadi pelatih sementara Newcastle United pada April 2009, dengan harapan bisa menyelamatkan klub dari degradasi.

Namun, masa jabatannya yang singkat tidak berjalan sesuai harapan. Dalam delapan pertandingan yang dipimpinnya, Newcastle hanya mampu meraih satu kemenangan, dua hasil imbang, dan lima kekalahan. Akibatnya, Newcastle terdegradasi ke Championship, yang menjadi salah satu momen paling mengecewakan dalam karier Shearer.

Meskipun Shearer memiliki pengetahuan mendalam tentang sepak bola dan semangat yang tinggi untuk klubnya. Lalu ia kesulitan menginspirasi timnya dan menghadapi tekanan besar dari situasi yang sulit. Pengalaman ini menunjukkan betapa sulitnya transisi dari pemain legendaris menjadi pelatih yang sukses, terutama dalam situasi krisis. Setelah kegagalannya sebagai pelatih, Shearer kembali ke dunia analis sepak bola dan melanjutkan pekerjaannya di BBC, di mana ia tetap dihormati sebagai salah satu pundit terbaik.

Pengalamannya sebagai pelatih memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya persiapan dan adaptasi sebelum mengambil peran besar dalam kepelatihan. Kemudian juga betapa sulitnya mengangkat tim dalam situasi yang penuh tekanan. Manfaatkan juga waktu luang anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang berita sepak bola terupdate lainnya.